Reportase Webinar Kesehatan Jiwa Seri 1
Darurat Kesehatan Jiwa di Indonesia: Siapa Saja yang Harus Terlibat?
PKMK-Yogya. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM menyelenggarakan Webinar Kesehatan Jiwa Seri 1 bertajuk “Darurat Kesehatan Jiwa di Indonesia: Siapa Saja yang Harus Terlibat?” pada Kamis (19/6/2025). Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kepedulian serta memberikan alternatif solusi keterlibatan berbagai pihak dalam upaya penanganan permasalahan kesehatan jiwa di Indonesia.

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD dalam pengantarnya menyampaikan adanya urgensi untuk membahas topik kesehatan jiwa sebagai hal darurat yang harus ditindaklanjuti dengan segera. Terdapat berbagai beban masalah yang muncul dari gangguan kesehatan jiwa termasuk beban ekonomi, sebagai penyumbang penyakit tidak menular terbesar kedua di Indonesia, setelah penyakit kardiovaskular. Selain itu, terdapat tren peningkatan klaim BPJS Kesehatan meskipun sebarannya masih belum merata.
Dilanjutkan Selanjutnya, dr. Imran Pambudi, MPHM selaku Direktur Pelayanan Kesehatan Kelompok Rentan, Kementerian Kesehatan RI menyampaikan bahwa gangguan jiwa menjadi penyebab kedua terbanyak dari total waktu yang dihabiskan seseorang dalam kondisi disabilitas atau ketidakmampuan untuk menjalani aktivitas sehari-hari secara normal (YLDs). Tercaat 4 dari 1000 rumah tangga memiliki anggota rumah tangga dengan psikosis, dengan 6,6% diantaranya pernah dipasung. Sebagai upaya penanganan permasalahan tersebut pendekatan layanan kesehatan jiwa mulai bergeser dari institusionalisasi menuju ke layanan berbasis masyarakat (deinstitusionalisasi). Konsep tersebut merupakan upaya pemindahan perawatan jangka panjang di RSJ dengan perawatan minim isolasi dan berbasis masyarakat bagi orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Imran juga menyampaikan adanya program prioritas untuk percepatan akses pelayanan kesehatan jiwa, mulai dari skrining kesehatan jiwa dan narkotika dan zat adiktif (NAPZA), pemenuhan layanan kesehatan jiwa di layanan primer melalui pemenuhan psikofarmaka dan penanganan pasung, serta pemenuhan layanan rehabilitasi medis gangguan penggunaan NAPZA. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan penguatan dan kolaborasi lintas sektor, termasuk keluarga dan masyarakat.
Dari sudut pandang pemerintah daerah, Faishol Muslim S.I.P., M.Si selaku Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah D.I Yogyakarta menyampaikan mengenai permasalahan terkait kesehatan jiwa yang ada di DIY serta bagaimana proses regulasi di tingkat provinsi untuk dapat menyelesaikannya. Beberapa permasalahan yang disoroti diantaranya prevalensi gangguan jiwa di DIY yang mencakup gangguan mental emosional, kasus bunuh diri, kejadian putus obat, pemasungan, hingga masalah kemiskinan. Di sisi lain, program penyelenggaraan kesehatan jiwa masih cenderung berfokus pada upaya kuratif dan belum memberikan upaya preventif, promotif dan rehabilitatif secara menyeluruh. Ketersediaan tenaga kesehatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan jiwa juga dinilai masih kurang. terlebih belum tersedianya anggaran untuk pelaksanaan program kesehatan jiwa secara optimal. Upaya yang telah dilakukan dalam penguatan kelembagaan TPKJM yakni dengan melakukan reviu scope of work, tata kerja, adanya kunjungan rumah atau telekonseling 24 jam, penguatan sistem rujukan, memperbanyak pintu pelayanan, melakukan manajemen risiko melalui pemetaan hingga pengelolaan risiko, penguatan training/learning/sharing, serta adanya koordinasi rutin triwulan.
Selanjutnya Drs. Amich Alhumami, MA, M.Ed, Ph.D selaku Deputi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian PPN/ BAPPENAS menyampaikan bahwa kesehatan jiwa telah termasuk dalam salah satu indikator pembangunan nasional namun target tersebut masih belum tercapai secara optimal. Misalnya dalam RPJMN, indikator persentase ODGJ berat yang mendapatkan pelayanan sesuai standar adalah 100%, namun hasil capaian pada tahun 2024 baru sebesar 40%. Di sisi lain, ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan juga masih terbatas, terdapat 40% RSUD yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan jiwa, serta masih terdapat 6 provinsi yang belum memiliki RSJ. Hal tersebut memerlukan upaya penguatan kesehatan jiwa yang dilakukan dalam setiap siklus kehidupan dan melibatkan berbagai sektor.

Setelah sesi pemaparan materi oleh para narasumber, dilanjutkan dengan sesi pembahasan yakni penyampaian rekomendasi kebijakan bagi pemerintah dalam mengatasi permasalahan kesehatan jiwa yang ditinjau dari sisi akademisi dan profesi. Prof. Dr. Budi Anna Keliat, S.Kp., M.App.Sc, Guru Besar Fakultas Keperawatan UI menyampaikan rekomendasi bagi pendidikan keperawatan mengenai perlunya pendidikan ners spesialis kesehatan jiwa. Sehingga perawat mempunyai kemampuan asuhan keperawatan yang holistik yakni asuhan keperawatan fisik dan asuhan keperawatan psikososial (keperawatan jiwa).
Dari profesi psikiatri, Dr. dr. Carla Raymondalexas Marchira, Sp.KJ(K) menyampaikan masih kurangnya ketersediaan sumber daya manusia kesehatan di Indonesia, khususnya pada kesehatan jiwa. Diperlukan kebijakan untuk mengimplementasikan layanan kesehatan jiwa berdasarkan kebutuhan lokal, budaya, dan lingkungan psikososial. Diperlukan juga data survei terkait kesehatan mental di komunitas serta ketersediaan obat. Untuk dapat mewujudkan upaya tersebut, pemerintah daerah perlu menentukan program kesehatan jiwa yang efektif berdasarkan kondisi masing-masing wilayah. Sedangkan bagi pemerintah pusat, perlu untuk meningkatkan kesadaran publik serta mendekatkan kesehatan jiwa dan kesehatan fisik. Kolaborasi dari lintas sektor sangat penting, karena kesehatan mental merupakan interaksi antara faktor psikologi, sosial, dan biologi.

Prof. Drs. Subandi, M.A., Ph.D., Psikolog, selaku Guru Besar Fakultas Psikologi UGM menyampaikan perlu upaya untuk merekrut Psikolog Klinis level 7 KKNI untuk dapat memberikan layanan kesehatan jiwa di FKTP. Di sisi lain, tenaga kesehatan jiwa di FKTP juga perlu menerapkan prinsip layanan yang berorientasi pada pemulihan. serta diperlukan model peran kader aktif dalam program kesehatan jiwa di masyarakat.
Mengingat urgensi permasalahan kesehatan jiwa di Indonesia serta masih belum meratanya ketersediaan tenaga kesehatan jiwa di tingkat daerah, hal ini memerlukan tindak lanjut dalam perencanaan kesehatan di tingkat daerah.
Materi dan Rekaman Kegiatan silahkan klik DISINI. Reporter: Latifah Alifiana (PKMK UGM)