GLOBAL | INDONESIA | ||
1 | Gangguan otot dan rangka | 1 | Gangguan otot dan rangka |
2 | Gangguan jiwa | 2 | Gangguan jiwa |
3 | Penyakit organ indera | 3 | Penyakit organ indera |
4 | Penyakit tidak menular lainnya | 4 | Gangguan neurologis |
5 | Gangguan neurologis | 5 | Penyakit tidak menular lainnya |
6 | DM dan Gagal ginjal kronis | 6 | Penyakit kulit |
7 | Cedera yang tidak disengaja | 7 | DM dan gagal ginjal kronis |
8 | Penyakit kulit | 8 | Infeksi saluran pernapasan dan TB |
9 | Defisiensi nutrisi | 9 | Penyakit kardiovaskular |
10 | Penyakit kardiovaskular | 10 | Cedera yang tidak disengaja |
Sumber: Global Burden of Disease (IHME, 2021),
*Year Lived with Disability (YLDs) atau Tahun Hidup dengan Disabilitas merupakan suatu matriks yang digunakan untuk mengukur dampak kesehatan dari suatu penyakit atau kondisi, yang hasilnya dapat menunjukkan tingkat keparahan disabilitas yang disebabkan oleh penyakit tersebut.
GLOBAL | INDONESIA | ||
1 | Penyakit kardiovaskular | 1 | Penyakit kardiovaskular |
2 | Infeksi pernapasan dan TB | 2 | Infeksi pernapasan dan TB |
3 | Neoplasma | 3 | Neoplasma |
4 | Kematian ibu dan bayi | 4 | Gangguan pencernaan |
5 | Gangguan otot dan rangka | 5 | Kematian ibu dan bayi |
6 | Gangguan jiwa | 6 | Gangguan otot dan rangka |
7 | Penyakit tidak menular lainnya | 7 | DM dan Gagal ginjal kronis |
8 | DM dan Gagal ginjal kronis | 8 | Gangguan jiwa |
9 | Gangguan neurologis | 9 | Penyakit tidak menular lainnya |
10 | Gangguan pernapasan kronis | 10 | Gangguan akibat COVID |
Sumber: Global Burden of Disease (IHME, 2021)
*Disability-Adjusted Life Year (DALYs) atau Tahun Hidup yang Disesuaikan dengan Disabilitas adalah matriks yang digunakan untuk mengetahui jumlah tahun kehidupan potensial yang hilang karena kematian dini dan disabilitas yang dialami akibat suatu kondisi atau penyakit.
Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Prevalensi gangguan jiwa tertinggi di Indonesia meliputi depresi (3,69%), ansietas (3,56%), dan skizofrenia (2,09%).
Kementerian Kesehatan mentargetkan capaian skrining masalah kesehatan jiwa di Indonesia sebesar 60%. Namun berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2022 capaian skrining hanya sebesar 10,1%, dan pada tahun 2023 meningkat menjadi 16,4%. Dengan capaian tersebut dapat disimpulkan bahwa ketercapaian deteksi dini masalah kesehatan jiwa belum mencapai target. Berarti, terdapat sekitar 83,6% kasus lainnya yang belum ditemukan lebih awal sehingga belum dapat dilakukan upaya tindak lanjut untuk meminimalisir buruknya kondisi akibat masalah kesehatan jiwa.
Adapun faktor penghambat ketercapaian target, antara lain:
Dokumen pembangunan | Indikator | Target 2024 | Capaian 2024 |
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) | Persentase orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) berat yang mendapatkan pelayanan sesuai standar | 100% | 40% (2023) |
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Daerah | Pelayanan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) | 100% | N/A |
Renstra Kementerian Kesehatan | Persentase penduduk usia ≥ 15 tahun dengan resiko masalah kesehatan jiwa yang mendapat skrining | 90% | 27,28% |
Persentase penyandang gangguan jiwa yang memperoleh layanan di Fasyankes | 90% | 37% |
Sumber: Deputi
Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian PPN/Bappenas, periode
2020-2024
Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional dalam data periode pembangunan 2020-2024 mencatat masih adanya treatment gap
pada isu kesehatan jiwa, sehingga berdasarkan data yang diperoleh ketercapaian
pelayanan kesehatan jiwa di Indonesia belum mencapai target.
Rumah Sakit Jiwa merupakan fasilitas kesehatan yang menunjang perawatan pasien dengan gangguan jiwa. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan tahun 2022, cakupan ketersediaan RSJ di Indonesia masih 40%, yaitu baru tersedia 357 dari 785 RSUD yang menyelenggarakan layanan kesehatan jiwa. Terdapat 6 provinsi yang belum memiliki RSJ, meliputi Banten, Gorontalo, Kalimantan Utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, dan Papua Barat.
Sedangkan pada Puskesmas, penyelenggaraan layanan kesehatan jiwa baru 47,16%, artinya masih 4.816 dari 10.212 Puskesmas yang menyelenggarakan layanan kesehatan jiwa.
SDM Kesehatan Jiwa | Standar | Indonesia |
Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa (Psikiatri) | WHO 1:30.000 Populasi | 1.221 Psikiatri (1:250.000 residen) |
Psikolog Klinis | WHO 1:30000 Populasi | 4034 Psikolog Klinis |
Perawat Jiwa | WHO 25:10.000 Populasi | 14.760 Perawat jiwa (1:18.515 atau 25:462.875) |
Pekerja Sosial Profesional | N/A | 4.609 |
sumber: WHO, PDSKJI, IPK
Persebaran SDM kesehatan jiwa di Indonesia belum merata, berdasarkan data Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia (PDSKJI) sebesar 70% psikiatri bekerja di pulau jawa, dan 30% lainnya telah bekerja di Jakarta (Kota besar). Sama hal nya dengan psikolog klinis, Ikatan Psikolog Klinis Indonesia mencatat persebaran psikolog klinis mayoritas berada pada beberapa titik provinsi, seperti Jawa Barat (790), DKI Jakarta (598), Jawa Tengah (472), Jawa Timur (414), DIY (344), Banten (265), dan Bali (105), serta provinsi lain yang jumlahnya hanya puluhan bahkan yang paling sedikit hanya 8 psikolog klinis di Provinsi Maluku Utara.