Press ESC to close

DaSK Kesehatan Jiwa “Pencegahan”

Tidak dapat dipungkiri bahwa “Sehat” mendefinisikan keadaan yang baik dari keseluruhan aspek, termasuk kesehatan jiwa. Untuk menuju definisi sehat yang sesungguhnya, diperlukan langkah-langkah strategis guna mempertahankan kondisi yang baik secara jiwa dan psikososial.

Upaya ketahanan keluarga

Keluarga menjadi unit paling dasar sekaligus paling penting untuk membentuk pondasi jiwa yang sehat. Keterikatan yang sehat dalam keluarga memungkinkan seorang individu memperoleh perasaan aman, intimasi, dan koneksi yang kuat secara emosional. Kualitas dukungan yang diberikan oleh suatu keluarga dapat mempengaruhi ketahanan individu dalam menghadapi berbagai tekanan dan rintangan hidup. Sebagai upaya pencegahan primer, keluarga bersifat membentuk dan melindungi, yang berfokus pada nilai-nilai dalam keluarga itu sendiri. Hal ini selaras dengan kebutuhan dasar emosional manusia seperti kasih sayang, rasa aman, dan apresiasi.

Strategi pencegahan gangguan kesehatan jiwa berbasis ketahanan keluarga meliputi,

  • Program pengasuhan positif, terbukti mampu menurunkan masalah perilaku anak dan meningkatkan kesejahteraan psikologis orang tua
  • Penguatan komunikasi keluarga, pola komunikasi yang terbuka dan suportif mampu menurunkan tingkat stress dan meningkatkan resiliensi
  • Edukasi kesehatan mental berbasis keluarga, membantu meningkatkan literasi seputar kesehatan jiwa dan kemampuan mengenali gejala awal gangguan jiwa
  • Penguatan nilai-nilai spiritual dan budaya, keluarga dengan nilai spiritual dan budaya yang baik memiliki daya tahan yang baik terhadap stressor psikososial.

Dinamika keluarga yang positif akan melahirkan figur keluarga yang baik, di dalamnya terdapat komunikasi yang saling terbuka, kemauan dan kemampuan untuk saling mendengarkan secara aktif, memiliki empati, mampu menetapkan batasan yang sehat, dilingkupi dengan apresiasi dan dukungan, dan membangun lingkungan yang suportif serta saling menguatkan.

Upaya preventif berbasis komunitas

Adanya kebijakan deinstitusionalisasi mengubah pola pelayanan kesehatan jiwa menjadi community base, artinya komunitas atau masyarakat berperan penuh dalam membentuk lingkungan yang kondusif dan suportif bagi kesehatan jiwa. Dalam konteks ini, komunitas memungkinkan timbulnya rasa keterhubungan yang terjadi antar individu sehingga terjalin koneksi yang kuat secara psikososial. Kualitas hubungan yang baik membawa dampak positif pada kesehatan jiwa, misalnya dengan melakukan hal-hal yang bermanfaat untuk orang lain dapat membuat individu merasa dibutuhkan dan dihargai. Hal tersebut mampu meningkatkan rasa percaya diri seorang individu.

Suatu komunitas atau masyarakat memiliki kecenderungan berkumpul untuk suatu alasan tertentu, seperti adanya pengalaman yang serupa, tujuan yang sama, atau terjadi pertukaran energi yang selaras secara frekuensi. Ini membentuk suatu pola keterikatan spesifik yang dapat mencegah seorang individu untuk merasa stress, depresi, dan tantangan psikologis lainnya.

Penguatan Kader Kesehatan Jiwa

Kader menjadi salah satu pihak strategis dalam upaya pencegahan gangguan kesehatan jiwa di lingkup masyarakat. Kader dinilai dekat dengan masyarakat dan tokoh pimpinan di lingkungannya, sehingga mampu memahami dengan baik situasi masyarakat dan menjadi jembatan kepada pihak formal. Secara jangka panjang, kader memiliki kemampuan dalam membangkitkan motivasi kepada masyarakat, hal ini menjadi langkah penting untuk mendorong perubahan perilaku suatu komunitas atau masyarakat.

Lingkup peran kader kesehatan jiwa cukup menentukan bagaimana kondisi masyarakat di lingkungannya, karena hal ini meliputi deteksi dini dan pelaporan, pelacakan kasus, memberikan edukasi dan motivasi, melakukan pendampingan psikososial, hingga mengadvokasikan hasil yang didapat kepada pihak formal terkait. Betapa kompleks dan krusial peran ini sehingga dalam implementasinya sangat membutuhkan sinergi dari seluruh pihak fasilitas kesehatan tingkat dasar (puskesmas).

Namun masih menjadi tantangan terkait beberapa hal seperti peningkatan kapasitas kader kesehatan jiwa, dimana setiap kader yang bertugas sebaiknya mendapatkan pelatihan dan terstandar mulai dari teori, keterampilan komunikasi empati, hingga deteksi dini dengan instrumen sederhana.

Refleksi diri

Memberikan waktu kepada diri sendiri berarti memberikan jeda dari rutinitas sehari-hari untuk lebih mengenal diri, lingkungan, dan perasaan. Berbeda dengan melamun, refleksi merujuk kepada aktivitas renungan dan intropeksi diri terhadap apapun yang telah terjadi, berdamai dengan segala hal yang diluar ekspektasi, hingga apresiasi terhadap pencapaian yang telah diraih sejauh ini sekecil apapun.

Pada fase ini sebaiknya membiarkan diri untuk tidak terdistraksi dengan hal-hal duniawi, seperti sosial media. Refleksi juga mendorong individu untuk mensyukuri hal-hal sederhana, dimana hal itu dapat membawa dampak positif pada pengelolaan emosi diri yang lebih stabil.


Referensi:

  1. Prof. Dr. Tina Afiatin, M.Si., Psikolog (2025). Ketahanan Keluarga Sebagai Pilar Utama Pencegahan dan Penanganan Gangguan Kesehatan Jiwa di Indonesia [Power Point Slides].
  2. Dr. Esty Febriani, M.Kes (2025). Kader Kesehatan Jiwa; Antara Harapan dan Tantangan [Power Point Slides].
  3. Ema Widiati (2025). Pentingnya Peran Serta Masyarakat dan Bentuk-Bentuk Keterlibatan Masyarakat dalam Upaya Pelayanan Kesehatan Jiwa [Power Point Slides].
  4. Dr. (H.C.) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) (2025). Strategi Penguatan Peran Serta Masyarakat dalam Kesehatan Jiwa di Kota Yogyakarta. [Power Point Slides].
  5. Mariyati, M., Kustriyani, M., Wulandari, P., Aini, D., Arifianto, A., & PH, L. (2021). Pencegahan Masalah Kesehatan Jiwa melalui Pelatihan Kader Kesehatan Jiwa dan Deteksi Dini. Jurnal Peduli Masyarakat, 3(1), 51-58. https://doi.org/10.37287/jpm.v3i1.423
  6. Krisinta, Maria (2025). Pencegahan Kesehatan Mental dalam Upaya Mengurangi Stigma Kesehatan Mental di Masyarakat. Jurnal Ilmu Hukum Sosial dan Humaniora, 2(1), 110-116. https://doi.org/10.62383/humif.v2i1.1010