Google Doctor Effect: Self Diagnose Sebagai Trigger Utama Kecemasan!
Google Doctor Effect merupakan istilah yang menggambarkan kecenderungan seseorang untuk mendiagnosis diri berdasarkan informasi kesehatan yang diterima melalui platform media sosial seperti google, tiktok, instagram, youtube, dan sebagainya. Browsing adalah kegiatan normal yang biasa dilakukan apabila kita hendak mengkonfirmasi sesuatu, tak jarang kita selalu terbantu dengan adanya google yang merupakan sumber dari segala informasi. Dalam konteks psikologi misalnya, kita selalu tertarik pada konten berisi psikoanalisis, juga telah banyak kita temukan website penyedia layanan tes kepribadian secara gratis yang hasilnya dapat kita ketahui secara real time, Sangat bersemangat ketika mengetahui hasil yang kita dapatkan, biasanya setelah itu kita cenderung berasumsi terhadap kondisi yang terjadi. Ditambah algoritma media sosial yang semakin menyudutkan kita pada suatu kecenderungan. Padahal, layanan tes kepribadian tersebut hanyalah sebuah sistem yang diintegrasikan dengan berbagai pertanyaan spesifik sehingga membantu sistem untuk menentukan kondisi yang terjadi.
Sebuah kecanggihan dan juga boomerang dalam waktu yang sama. Kesimpulan yang diperoleh secara cepat melalui sistem berpotensi menimbulkan self diagnose. Hal ini dapat menjadi berbahaya karena dapat menyebabkan panik dan kecemasan berlebihan hingga menjerumuskan kita terhadap tindakan yang salah. Akibat dari panik dan cemas tersebut kita cenderung terburu buru membeli obat dan melakukan self treatment yang sesuai dengan diagnosis di internet, tanpa mengetahui secara pasti kondisi apa yang dialami. Alih alih sembuh, justru akan timbul penyakit baru. Pada kondisi yang lebih parah, level kecemasan dapat meningkat menjadi depresi ringan.
Perlu digarisbawahi bahwa diagnosis hanya berhak dilakukan oleh dokter dan didapatkan setelah menjalani pemeriksaan medis. Sehingga diagnosis apapun yang kita dapatkan secara sederhana melalui internet tidak bisa disebut sebagai sebuah diagnosis, melainkan hanyalah ‘kecenderungan’. Gunakan media sosial hanya sebagai informasi awal, bukan sebagai diagnosis. Tetap konsultasikan kepada dokter atau profesional sebagai verifikasi dan validasi lebih lanjut. Adapun data mengenai persebaran psikolog klinis dapat diketahui melalui data dari Ikatan Psikolog Klinis Indonesia (IPK) melalui website https://data.ipkindonesia.or.id/. Sistem tetaplah sebuah sistem, kita sebagai pihak yang bijak lah yang bertugas mengolah informasi yang diterima. Kita juga punya kendali untuk memilih sumber informasi yang terpercaya dan kredibel sebagai pedoman yang dapat dipertanggung jawabkan.
Source: