Gut-Brain Axis: Peran Mikrobiota Usus dalam Mengendalikan Emosi
Pernahkah merasakan penurunan fokus dan mudah lelah tanpa sebab? Seberapa sering timbul perubahan suasana hati yang cukup drastis, dan secara tiba-tiba mendambakan makanan yang manis? Kondisi-kondisi tersebut bisa jadi tanda bahwa terjadi ketidakseimbangan mikrobiota pada usus.
Mikrobiota merupakan kumpulan ekosistem kompleks yang terdiri dari mikroorganisme yang hidup dalam usus manusia, mulai dari bakteri, jamur, virus, dan archaea. Secara umum, mikrobiota usus tersusun oleh 6 filum utama, yaitu Firmicutes, Bacteroidetes, Actinobacteria, Proteobacteria, Fusobacteria, dan Verrucomicrobia, dengan kelompok Firmicutes dan Bacteroidetes merupakan kelompok terbanyak. Mikrobiota bermula sejak manusia dilahirkan, dan komposisinya dipengaruhi oleh berbagai faktor meliputi genetik, pola makan, penggunaan antibiotik, lingkungan, dan gaya hidup. Pada kondisi yang ideal, mikrobiota usus berperan melindungi tubuh dari patogen, memproses pencernaan dan penyerapan nutrisi, juga menunjang perkembangan sistem saraf dan sistem imun.
Selain bermanfaat pada saluran cerna, terdapat hubungan menarik yang menjelaskan bahwa mikrobiota usus juga memiliki perang penting dalam memodulasi regulasi emosi dan suasana hati melalui Gut Brain Axis, hubungan komunikasi dua arah antara saluran gastrointestinal dengan sistem saraf pusat. Komunikasi ini melibatkan substansial kimiawi, metabolit usus, dan jalur tercepat yaitu nervus vagus. Mikrobiota usus dapat mempengaruhi komunikasi ini dengan menciptakan neurotransmiter dan asam lemak rantai pendek, di antara proses biokimia lainnya.
Gamma-aminobutyric acid (GABA) merupakan salah satu neurotransmiter yang berperan dalam perbaikan mood, menghilangkan kecemasan, mengurangi gejala sindrom pramenstruasi (PMS), serta dapat mencegah kesulitan tidur dan depresi. GABA banyak dihasilkan oleh mikrobiotik genus Bacteriodes. Apabila keseimbangannya terganggu, maka usus akan mengirimkan sinyal ke otak berupa perubahan suasana hati yang drastis atau mood-swing, rasa cemas yang tak beralasan, serta fenomena hormonal lainnya. Termasuk keinginan secara mendadak dan impulsif terhadap makanan manis misalnya, itu merupakan sinyal bahwa tubuh membutuhkan pemenuhan probiotik. Sejalan dengan Strandwitz P, et al (2019) dalam penelitiannya yang mengungkapkan bahwa orang yang mengalami depresi memiliki kadar bakteri Bacteriodes yang rendah.
Penjelasan diatas menunjukkan korelasi tak terduga dari sebuah bakteri pada usus yang memiliki dampak luar biasa pada sistem saraf pusat. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa kestabilan emosi berawal dari keseimbangan “bakteri baik” pada usus. Hal ini menjadi bukti bahwa segala hal memang diciptakan dengan fungsinya masing-masing, yang secara tersirat menunjukkan pula bahwa satu hal yang penting (otak) membutuhkan peran hal-hal kecil dalam memaksimalkan sistemnya.
Penulis: Firda Alya (PKMK FK-KMK UGM)
Editor: dr. Arida Oetami, M.Kes
Referensi: