Satu dari tiga ratus orang di seluruh dunia atau sekitar 24 juta orang menderita skizofrenia (WHO,2022). Di Indonesia sendiri, kasus skizofrenia terbanyak terdapat pada Daerah Istimewa Yogyakarta sebanyak 9,3 persen per anggota rumah tangga (SKI, 2023). Setidaknya 1-2 persen orang pernah mengalami skizofrenia.
Skizofrenia adalah suatu gangguan jiwa yang umumnya ditandai dengan gangguan pikiran, persepsi, dan penyimpangan yang fundamental dari emosi, pergerakan, dan perilaku individu. Skizofrenia dapat memicu kemunduran kognitif, meskipun kesadaran dan kemampuan intelektual dari penderita tetap terjaga. Orang dengan skizofrenia biasanya berperilaku aneh dan lebih agresif, hal ini disebabkan dari gejala halusinasi yang kerap terjadi. Kecenderungan tersebut acap kali mengundang labelling dari masyarakat kepada skizofrenians ini dengan sebutan “gila” atau “ODGJ berat”. Skizofrenia atau psikosis merupakan gangguan jiwa yang membutuhkan penanganan komprehensif, mengingat pengaruhnya yang besar terhadap keberlangsungan kehidupan individu.
Menurut survey kesehatan Indonesia, skizofrenia banyak dialami oleh keluarga dengan status ekonomi terbawah. Sejalan dengan pernyataan tersebut, beberapa penelitian juga menyebutkan bahwa skizofrenia banyak dialami oleh usia produktif, sehingga dapat disimpulkan bahwa penyebabnya selain dari faktor genetik, juga dapat berasal dari tekanan kehidupan yang berupa permasalahan pertemanan, pekerjaan, dan sosial ekonomi yang memicu stressor berlebih.
Skizofrenia tergolong gangguan jiwa yang berat, untuk itu dibutuhkan kolaborasi medis seperti dokter spesialis jiwa atau psikiatri, perawat jiwa, hingga farmasi dalam penanganannya. Begitu pula dalam proses diagnosisnya yang harus dilakukan oleh dokter, tidak disarankan untuk melakukan diagnosis mandiri berdasarkan persepsi pribadi. Terapi skizofrenia merupakan tindakan rehabilitasi medis yang dapat membantu pasien dengan skizofrenia. Terapi ini dilakukan secara bertahap, yang bertujuan untuk mengurangi frekuensi dan tingkat keparahan dari gejala yang timbul, serta meningkatkan kapasitas fungsional dan kualitas hidup pasien skizofrenia. Selain itu, terapi yang bersifat aktivitas kelompok juga terbukti dapat membantu orang dengan skizofrenia untuk mengatasi halusinasinya. (Maulana, 2021) dalam penelitiannya memvalidasi bahwa lingkungan kelompok yang kondusif dan adanya rasa saling percaya antar anggota kelompok dapat mengontrol halusinasi pada pasien skizofrenia secara signifikan.
Selain berpangku pada bantuan medis, siapa sangka kita sebagai warga negara yang sehat juga dapat membantu kepulihan dari pasien skizofrenia. Hal sederhana seperti tidak menimbulkan stigma negatif, bersikap normal tanpa memiliki tatapan yang aneh terhadap mereka, dan memberikan afirmasi positif, merupakan cara mendukung dan merangkul paling bermakna bagi mereka yang sedang berjuang dengan kepulihannya.
Source: