Press ESC to close

Menjaga Kesehatan Jiwa di Tengah Bencana: Intervensi Psikososial bagi Korban dan Relawan

Kesedihan mendalam tengah melanda Indonesia sejak akhir November hingga saat ini. Banjir besar dan tanah longsor yang terjadi di Aceh dan sekitarnya telah menimbulkan dampak yang sangat luas, mulai dari kerusakan berbagai sektor hingga hilangnya ratusan nyawa. Berdasarkan pembaruan data per 17 Desember 2025, jumlah korban meninggal dunia telah mencapai 1.053 jiwa, sekitar 7.000 warga mengalami luka-luka, dan 200 orang lainnya masih dinyatakan hilang (Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB). Sejumlah pihak bahkan menyebut peristiwa ini sebagai bencana paling parah sejak Tsunami Aceh 2004.

Berbagai pemberitaan mengenai kronologi kejadian, perkembangan situasi terkini, serta aksi-aksi kemanusiaan terus digencarkan. Namun, di tengah fokus pada aspek fisik dan logistik, dampak psikologis dan kesehatan jiwa seringkali luput dari perhatian. Sebagai akademisi, tenaga kesehatan, maupun masyarakat umum, penting untuk memahami bentuk intervensi yang dapat dilakukan dalam situasi krisis dan darurat seperti ini.

 

Mengacu pada Panduan Singkat Dukungan Kesehatan Jiwa dan Psikososial (DKJPS) yang diterbitkan oleh Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mendukung keselamatan serta kesehatan jiwa korban, relawan, dan tenaga kesehatan.

Intervensi pada Tingkat Individu

  1. Psychological First Aid (PFA), yaitu pendekatan praktis berbasis bukti sebagai pertolongan pertama psikologis untuk membantu individu memperkuat ketahanan emosional setelah mengalami musibah atau situasi krisis.
  2. Skrining awal gangguan psikologis, yang dapat dilakukan dengan instrumen sederhana dan aplikatif di situasi darurat.
  3. Brief Psychotherapy (psikoterapi singkat), yakni pendekatan terapi berfokus pada solusi untuk memberdayakan individu menemukan kekuatan internal dalam menghadapi masalah.
  4. Pemberian psikofarmaka darurat, sesuai dengan indikasi dan kewenangan psikiater.
  5. Penanganan kasus akut yang rentan muncul pada situasi bencana, seperti agitasi (gelisah, mudah tersinggung), disorganisasi (kacau atau terguncang), serta risiko perilaku kekerasan.
  6. Rujukan cepat ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) atau rumah sakit rujukan apabila ditemukan kondisi gangguan yang berat.

Intervensi pada Tingkat Komunitas

  1. Penguatan jejaring sosial di pos pengungsian, melalui dukungan kelompok, aktivitas bermakna, serta penyediaan ruang ramah anak.
  2. Edukasi publik, yang berfokus pada upaya menjaga kesehatan jiwa, pengelolaan stres, pola tidur sehat, dan teknik stabilisasi diri.
  3. Penyebarluasan materi Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) resmi dari PDSKJI.
  4. Monitoring kelompok rentan, seperti anak-anak, ibu hamil, lansia, serta Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) beserta keluarganya.

 

Di tengah intensitas tugas kemanusiaan, relawan dan tenaga kesehatan yang berada di lapangan kerap mengabaikan kondisi psikologis mereka sendiri. Padahal, mereka merupakan kelompok yang juga membutuhkan dukungan psikososial sebelum dan selama memberikan bantuan kepada korban. Upaya yang dapat dilakukan antara lain:

 

  1. Sesi decompression singkat, untuk membantu melepaskan tekanan mental dan kelelahan fisik.
  2. Konseling singkat, apabila diperlukan.
  3. Mitigasi risiko kelelahan dan burnout, melalui pembagian tugas yang proporsional dan dukungan tim.

Pada prinsipnya, dukungan kesehatan jiwa dan psikososial merupakan prioritas utama bagi seluruh pihak, baik korban, relawan, maupun tenaga kesehatan. Oleh karena itu, indikasi kelelahan mental dan emosional sekecil apa pun tidak boleh diabaikan. Deteksi dan penanganan sejak dini dapat meringankan beban individu sekaligus memperkuat ketahanan kolektif dalam menghadapi bencana.

Referensi: