Press ESC to close

Reportase Sesi 1
Festival #SehatJiwa

Seminar Nasional dalam Rangka Hari Kesehatan Jiwa Sedunia “Sehat Mental di Era Digital”

PKMK-Yogyakarta. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan bersama dengan Kolegium Psikologi Klinis, Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia DIY,  Ikatan Psikolog Klinis DIY,  Ikatan Perawat Kesehatan Jiwa Indonesia DIY, dan RSJ Grhasia menyelenggarakan Seminar Nasional bertajuk “Sehat Mental di Era Digital” secara hybrid di Auditorium FK-KMK UGM dan melalui Zoom Meeting.

Pada sesi pembukaan, Prof. dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc., Ph.D selaku Dekan FK-KMK UGM menyampaikan bahwa masalah kesehatan jiwa terjadi pada berbagai kelompok masyarakat, termasuk dialami oleh mahasiswa di lingkungan kampus termasuk di UGM dengan kondisi yang paling sering adalah kecemasan. Disampaikan bahwa seminar ini merupakan salah satu komitmen UGM terhadap isu kesehatan jiwa serta mengapresiasi seluruh narasumber dan moderator yang terlibat. Turut hadir pula dr. Akhmad Akhadi Syamsudhuha, M.P.H. selaku Plt. Kepala Dinas Kesehatan DIY mewakili Gubernur DIY hadir menyampaikan sambutan dan membuka kegiatan seminar nasional.

Turut hadir pula Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD, yang dalam kesempatan tersebut menyampaikan soft launching website kesehatanjiwa.net. Laman ini diharapkan menjadi wadah pembelajaran bagi individu maupun lembaga dalam memahami isu kesehatan jiwa secara lebih komprehensif. Laksono juga menekankan pentingnya upaya untuk memperkaya data terkait kasus kesehatan jiwa di Indonesia yang saat ini masih sangat terbatas. Menurut Laksono ketersediaan dan keterpaduan data tersebut akan menjadi landasan penting bagi pengambilan keputusan berbasis bukti (evidence-based policy), sejalan dengan penguatan sistem kesehatan di Indonesia.

Dalami keynote-nya, dr. Imran Pambudi, MPHM, Direktur Pelayanan Kesehatan Kelompok Rentan Kementerian Kesehatan RI menegaskan bahwa kesehatan jiwa merupakan bagian integral dari kesehatan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2023. Disampaikan bahwa gangguan jiwa kini menjadi penyebab kedua Years Lived with Disability (YLDs) di Indonesia, dengan depresi, ansietas, dan skizofrenia sebagai tiga kondisi tertinggi. Di era digital, tantangan kesehatan jiwa meningkat akibat dampak negatif penggunaan internet seperti adiksi digital, cyberbullying, dan penyebaran informasi palsu. Kemenkes mendorong kolaborasi lintas sektor dengan pendekatan pentahelix guna memperkuat upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif serta mengembangkan layanan konseling dan edukasi bijak berdigital di lingkungan akademik dan pelayanan kesehatan.

Pada sesi seminar, dipandu oleh dr. Albert A. Maramis, Sp.KJ (K) menghadirkan Dr. dr. Deree Septiawan, Sp.KJ., M.Kes dari RSUD Moewardi yang menyampaikan materi mengenai Metode Deteksi Dini Gangguan Kesehatan Jiwa. Disampaikan pentingnya deteksi dini sebagai langkah strategis untuk mengenali risiko gangguan kesehatan jiwa sejak awal. Deteksi dini dilakukan melalui skrining menggunakan berbagai instrumen terstandar, seperti SRQ-20 untuk gangguan mental emosional, SDQ untuk kesehatan mental anak dan remaja, serta ASSIST untuk deteksi penggunaan zat berisiko. Selain metode manual, kini pelaksanaan skrining juga dapat dilakukan secara digital melalui berbagai aplikasi. Hasil skrining menjadi dasar untuk menentukan tindak lanjut, baik berupa konseling, intervensi medis, maupun rehabilitasi, dengan tujuan mencegah perkembangan gangguan jiwa dan memperkuat upaya promotif-preventif di masyarakat.

Selain itu turut hadir pula Dr. Indria Laksmi Gamayanti, M.Si., Psikolog sebagai Ketua Kolegium Psikologi Klinis membahas pentingnya coping mechanism dan self-healing sebagai upaya menjaga keseimbangan kesehatan jiwa di tengah tantangan era digital. Gamayanti menekankan bahwa kesehatan jiwa bukan sekadar ketiadaan gangguan, melainkan keseimbangan antara pengelolaan stres, relasi sosial, dan pengembangan diri. Di tengah arus informasi dan konektivitas digital, individu perlu mengembangkan kesadaran digital (digital mindfulness) dan ketahanan mental (digital resilience) agar tidak terjebak dalam stres, kecemasan, atau adiksi digital. Selain itu, disampaikan pula berbagai strategi coping seperti problem-focused coping, emotion-focused coping, dan cognitive reframing, serta menekankan pentingnya self-healing melalui refleksi diri, mindfulness, kegiatan positif, dan interaksi sosial yang sehat. Pendekatan ini diharapkan membantu individu memulihkan keseimbangan emosional dan membangun ketahanan psikologis yang berkelanjutan.

Reporter: Latifah Alifiana (Divisi Diklat, PKMK UGM)